Reza Artamevia Kegundahan Itu...

November 14, 2019



Saya melenggang menuju kawasan Perdatam, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa siang yang panas (8/2-05). Aroma cat di dinding ruangan studio Global TV terhirup oleh saya. Masih baru, pikir saya. Sebentar kemudian kami bercengkerama dengan kru dan personel Pas Band. Ah…di mana gerangan Reza Artamevia Adriana Eka Suci yang bakal menjadi bintang tamu Pas pada acara Jam Session nanti?. Setelah dua jam, Reza datang. Saya hanya mengamati dari kejauhan. Tulang pipinya tampak menonjol, rahangnya bertambah kukuh. Agak kurus ia. Setelah hampir dua jam di sana, dia beranjak pulang. Saya hampiri, lalu saya sorongkan tangan kanan. Perempuan kelahiran 29 Mei 1975 itu lantas menjabatnya. ‘’Besok jam 11 siang kita ngobrol di studio tempat saya latihan ya, kebetulan ada Aa Gatot jadi tambah seru,’’ katanya kemudian.

Aku tadi latihan menyanyi dengan Aa Gatot dua lagu Kadangkala dan Bunda (Kata Reza,’’Lagu Bunda mau aku masukan dalam album ke empat nanti.’’) yang diciptakan Aa untuk penampilan saya di acara Eksklusif Trans TV hari Minggu (13/02). Dua lagu itu adalah lagu terapi buat aku, biar orang lain tahu apa yang sedang aku rasakan. Kalau aku menyanyikannya sendiri, bisa nggak selesai menyanyi. Itu sebabnya, aku duet dengan Aa. (Reza kemudian menyeka air matanya). Ini adalah penampilan pertamaku di depan publik secara spesial dan eksklusif. Aku nggak mau tampil buruk.Makanya, untuk memaintance karirku, sebagai pekerja seni banyak variable yang berkesinambungan dan harus diperhatikan di antaranya adalah materi diri pribadi, materi produksi (lagu), team work, manajemen yang baik, hubungan kerja dan kepercayaan dengan perusahaan rekaman, dan melihat momentum. Kalau kita tak memikirkan hal-hal itu, jangan harap seorang solois seperti aku bakal bertahan. Menurutku, di dunia, termasuk di Indonesia, yang bakal punya peluang survive lebih besar adalah grup band. Mengapa? Karena karakter mereka adalah bekerja kelompok, beda dengan solois. Makanya aku selalu menyebut, aku anak band. Makanya kepada tim manajemenku, aku seringkali sering meminta agar kepada pihak pengundang sebisa mungkin untuk bisa mengundang Reza dan band, bukan Reza sebagai penyanyi solo. Ketimbang aku sendirian, tolonglah lebihkan sedikit budget kepada kita dan kita main full band. Semangat band itu lain.

Rabu sore menjelang pukul 17.00 di halaman depan Rumah Mode Big milik Dewi Hughes, di samping Studio Bassuara, Cipete, Jakarta Selatan. Gerimis mulai luruh. Reza berpamitan dengan teman-temannya. Aa Gatot berlari mendekat lalu melompat ke dalam Mercy Viano Hitam. Saya dan Reza mengikuti. Penyanyi yang namanya mencorong lewat album Keajaiban (1997) itu memutar kursi tengah, ia sekarang duduk berhadap-hadapan dengan saya. Kami melaju menuju rumahnya, hujan akhirnya turun juga.


Aku beruntung karena sejak kecil didaftarkan ikut berbagai lomba dan festival menyanyi di berbagai acara. Aku berhasil menang, juga gagal menjadi juara. Selain melatih kemampuan dan menambah jam terbang, juga bisa lebih bersyukur karena bisa membentuk mental sportif, menghargai kekalahan dan kemenangan. Ajang lomba juga menjadi guru aku, selain guru vokal, penyanyi lain yang kukagumi seperti  Hetty Koes Endang, Emilia Contessa, Iwan Fals, Vina Panduwinata, Nicky Astria, Broery Marantika adalah guru-guru tidak langsung. Termasuk acara di TVRI Selekta Pop dan Aneka Ria Safari. Juga influence dari kaset yang aku dengarkan seperti Lionel Ritchie, Stevie Wonder,  Whitney Houston, atau Natalie Cole.

Reza masih duduk di sekolah Taman Kanak-kanak. Anak sulung pasangan Adang Surachman Rachmat-Endang Sri Wahyuni itu kemudian bernyanyi di teras rumah. ‘’Ambilkan bulan bu, yang selalu bersinar di langit…..’’ Sang ibu yang ia sapa dengan panggilan sayang Moesye menegurnya. ‘’Reza, kalau menyanyi dihayati dong.’’ Ayahnya, yang dipanggil Papap bilang bahwa menyanyi itu harus punya karakter. Reza kembali bernyanyi, ini kali ‘’Kulihat awan, seputih kapas…’’

Aku belakangan baru tahu jika yang dimaksud Moesye dengan penghayatan menyanyi itu saya kenali kemudian adalah soul (jiwa). Aku sepakat banget bahwa menyanyi itu harus dari hati, dari jiwa, tidak melulu memikirkan teknik. Jika kita menyanyi dari jiwa, pasti bakal sampai kepada penonton, bakal mengundang magnet. Makanya, aku sejak kecil sudah beradaptasi dengan berbagai aliran musik. Aku harus bisa menyanyi lagu apapun, bukan cuma R & B. Jangan jika heran jika aku mau berduet dengan penyanyi lain seperti yang sudah aku jalani seperti Titi DJ, Masaki Ueda dari Jepang, terakhir dengan Pas Band, dan mendatang dengan Bebi Romeo. Aku tidak pernah mematok pada satu jenis musik saja. Tapi, jujur nih, aku takut betul ketika Masaki Ueda memuji musikku sebagian datang dari soul dan sebagian dari Al Quran. Benar-benar takut. Mengapa? Karena suara aku ini bukan dariku sendiri tapi dari Allah. Cuma titipan.

Foto-foto Reza Artamevia. IG/rezaartameviaofficial

Aa Gatot berlari kecil ke dalam rumah. Selepas maghrib, saya ditinggal berdua dengan Reza di dalam mobil di carport rumah. Remang-remang suasana. Sayang saya tak bisa menghirup aroma parfum dari tubuhnya, entah Angel, Gucy Envy, atau Calvin Klein, kesukaannya, itu karena saya terpana saat ia tiba-tiba menumpahkan isi hatinya begitu lepas. Sesekali ia menggunakan bahasa Inggris, sesekali ia mengutip ayat suci Al Quran. Meski remang, masih terlihat oleh saya, anak sungai membentuk di matanya. Saya tak punya kesempatan lagi untuk berbagi masalah karir musik dirinya. Uuppss….saya tersentak. Hampir empat jam ibu dua anak itu, melepaskan sisa kepenatan di benaknya. Jujur, saya tak berani menulisnya, walau sepatahpun. *) krisman

You Might Also Like

0 komentar