Inka Christie Manis-manis Rock

November 14, 2019



Langit sekitar Pancoran, Jakarta Selatan, gelap. Udara dingin. Gerimis tumpah. Jalan di sekitar Jakarta macet. Jarum jam menunjuk 16.30. Inka Christie, ditemani oleh keponakannya, Tanti, telah berada di salah satu rumah di perumahan Bumi Sarinah. ‘’Sorry ya aku terlambat, jalanan macet. Untung udaranya dingin, persis kayak di Bandung,’’ tutur Rinny Chris Hartono, nama asli Inka. Ia lantas membuka lembar demi lembar Tabloid Mumu. ‘’Oke, wawancaranya setengah jam saja ya, aku belum shalat nih.’’ Ehm…30 menit? ‘’Kalau butuh waktu lama, kita pindah ke Musica Studio, perlengkapan shalatku ada di sana, selama di Jakarta, aku tinggal di Musica. Ke sana saja yuk.’’ Inka lantas melompat ke dalam Isuzu Panther dan menjatuhkan bokongnya di kursi tengah. Bruuuk….

Selama sekitar 10 hari aku tinggal di Jakarta. Biasa, untuk kepentingan promosi albumku Puisi Cinta. Jadwalku sangat padat, dari satu radio aku ke radio lain, terus wawancara dengan beberapa wartawan, juga tampil di televisi. Aku berharap album ke tujuh ini juga meraih sukses seperti album lainnya. Apalagi, di album ini aku menciptakan dua lagu Bagaikan Burung Terbang dan Kasmaran. Aku sumpek dengan suasana Indonesia sekarang ini, makanya aku menulis Bagaikan Burung Terbang. Tapi aku belum bisa memotret dengan kalimat lugas seperti Iwan Fals, musisi idolaku. Semua lagu Iwan enak, lagunya beda dengan musisi kebanyakan. Yang paling aku kagumi, lagunya sangat akrab dengan penggemar dan masyarakat. Yang jelas, meski baru belajar menulis lagu, lewat lirik lagu yang aku tulis itu, aku ingin menyampaikan cinta perdamaian. Aku berharap lirik ini bisa sampai kepada pendengar. (‘’Aku masih harus banyak belajar nih, gimana dong,’’ kata Inka sambil merebahkan punggungnya di sofa.) Untuk album ke delapan nanti aku ingin mengubah citra. Pokoknya penuh kejutan deh. Aku pingin menyanyi dengan musik yang lebih keras. Pinginnya sih hard rock, tidak sweet rock seperti sekarang ini. Soal rencana ini, tampaknya, produserku sudah setuju. Tinggal aku saja yang secepatnya bikin konsep album. Aku pingin ada pembaruan. Tidak seperti sekarang, aku pingin suaraku agak tebal. Rencananya, aku pingin minta dibuatkan lagu kepada beberapa grup rock seperti jamrud, Pay ‘Bip’, atau Slank.

Inka memulai karir menyanyi ketika kelas 3 SD di Bandung. Ayahnya, S. Suhartono, selain sebagai polisi juga menjadi musisi keroncong, dan ibunya Krismiati adalah juara penyanyi keroncong Bintang Radio tahun 50-an. anak bungsu dari empat bersaudara itu pernah ikut Bina Vokalia bandung. Ketika SD ia menyabet berbagai penghargaan lomba menyanyi, selain juara I ‘Lagu Pilihanku’ di TVRI Jakarta. Ia juga tergabung di HAPMI (Himpunan Artis Penyanyi Musisi) bersama Melly Goeslaw, Rita Effendi, Yossie Lucky, Nike Ardilla, Faizal Amir.

Sebenarnya, dulu aku dilarang ayahku menekuni karir menyanyi. Gara-garanya, waktu di rumah aku selalu menyanyi berteriak-teriak menirukan musik yang aku senangi seperti Black Dog, Whitesnake, Rolling Stones, Europe, Aerosmith, Led Zeppelin, Queen, Scorpions, atau Guns ‘N Roses. Aku menyanyi berteriak sebenarnya latihan untuk menjangkau nada tinggi. Pokoknya aku senang saja dengan musik rock. Repotnya, karena pakaianku agak awut-awutan, misalnya pakai jins robek, ayahku sering salah menilai. Musik rock dianggap brutal dan dinilai dekat dengan narkoba. (“Mbok kalau menyanyi yang kalem seperti Dian Piesesa, kebetulan Dian sedang ngetop dan ayahku senang banget,” kata mahasiswa jurusan marketing Ikopin Bandung, menirukan petuah ayahnya.) Itu sebabnya, kalau aku latihan band, terpaksa ngumpet-ngumpet. Tapi, ketika aku menang lomba, ayahku ikut bangga juga lho. Misalnya ketika SMP aku menang lomba menyanyi rock se Jawa Barat pada tahun 1987 dan 1988. Pertama ketika aku menjadi juara II pada tahun 1987 “Aku kalah bersaing dengan Mel Shandy.”) Nah, waktu juara I tahun 1988, itu yang paling berkesan karena aku menjadi juara dengan finalis semuanya lelaki. Waktu itu aku menyanyikan lagu Astuti (The Rollies). Sampai-sampai Gito Rollies mencari aku karena aku satu-satunya cewek dan menjadi juara pula. (“Mana juaranya biar aku cium,” tuturnya tertawa).

Karir menyanyi Inka mulai terkerek ketika ia mendirikan Trio Gitar SMA YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Bandung. Dari sini ia kemudian diajak Denny Sabry, salah seorang promotor, untuk bergabung bersama antara lain Cut Irna dan Lady Avisha. “Itu terjadi tahun 1988, pertama kali pentas dibayar Rp 50 ribu, wuih senang banget, soalnya waktu SMP aku menyanyi di pub dibayar Rp 17.500 plus ditambah salah seorang pemain band Rp 5000. aku menyanyikan lagu-lagu Led Zeppelin atau Rolling Stones, seperti Still of The Night dan Honky Tonk Woman.” Tahun 1988/89 ia merilis album Dandy bersama Ladies Angel yakni Lady Avisha, Cut Irna, dan Tuti Gareta (sekarang dikenal dengan Sania).

Setelah bergabung dengan Ladies Angel, aku mendapat tawaran dari Tetty Kadi untuk mengikuti audisi di Musica Studio. Di Jakarta aku diaudisi oleh Anto, adik A. Riyanto. Satu minggu kemudian aku diterima dan aku disuruh menyanyikan Cinta Kita, tapi aku nggak tahu siapa teman duetku. Tak lama kemudian aku diminta terbang ke Malaysia, katanya rekaman dilakukan di sana. Aku terkejut. Ternyata aku menyanyi duet dengan Amy Search. Wow…. Terus terang aku bingung. Inilah pengalaman pertamaku rekaman dengan penyanyi top. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Dari sinilah akhirnya aku bisa dikenal sebagai penyanyi beneran. Tapi itu tadi, aku ahirnya diarahkan menyanyikan lagu-lagu yang sweet rock seperti sekarang ini.

Gadis kelahiran Bandung 20 Januari 1978 itu menyenandungkan lagu ‘Crazy’ dari Aerosmith. Tangan kirinya mengibaskan rambutnya yang menutupi kening. “Huh…gila, aku suka banget dengan aerosmith. Koleksi albumku lengkap lho. Kok bisa ya mereka bikin album selalu bagus.” Sebentar kemudian ia melantunkan potongan ‘Welcome to The Jungle’ (Guns ‘N Roses. “Wah, suaraku nggak sampai.” Setelah itu ia melantunkan ‘Hongky Tonk Woman’ (Rolling Stones). “Benar nih, aku pingin bikin album hard rock.”

Aku kepingin banget bikin album hard rock, konsepnya aku sendiri yang merancang. Pokoknya artistiknya aku yang merencanakan. Tapi, tentu saja, lagunya disesuaikan dengan karakter suaraku. Rasanya, aku puas deh kalau bisa direalisasikan di album kedelapan. Citraku bakal berubah (bola mata Inka menerawang ke langit-langit ruangan). Kalau bisa sih aku ikutan main gitar. Hampir setiap hari aku latihan gitar, kebetulan aku punya gitar akustik dan satu gitar elektrik merek Groove buatan Korea. Ah…itu sih mimpiku. Harapanku. Makanya aku mengucapkan salut kepada grup baru yang bisa memberi warna baru musik Indonesia seperti Padi dan Sheila on 7. menurutku, gebukan dram Sheila sangat khas dan antik. Bunyi dram mereka, menurutku, sangat baru (“Omong-omong, benar nggak sih albumnya laku 1,3 juta kopi?”). Selain itu penampilan mereka juga baru, khas Yogya. Nah, soal penampilanku di album kedelapan nanti, itu belum aku pikirikan. Aku belum sampai berpikir untuk mengubah penampilanku. (Yang jelas, untuk pakaian panggung ia punya kostum lebih daru satu almari gede. “Warnanya selalau warna gelap seperit hitam, biru, hijau tentara, dan cokelat. Sepatu kira-kira dua lusin, juga arloji gede sekitar dua lusin dengan merek Guess,” tutur Tanti, sang keponakan merangkap personal manajer. Selain itu ia juga punya ratusan topi. “Kebetulan aku punya usaha pembuatan topi Inka Collection,” kata Inka. Asal tahu saja, koleksi pakaian Inka ada yang dibeli bursa pakaian bekas di Cimol atau Cibadak Mol. “Tapi aku takut ke sana lagi, soalnya badanku ditowel-towel,” tuturnya tertawa).

Inka yang bertinggi-berat 161 cm-49 kg tiba-tiba tersenyum. “Tahu nggak, ayahku kebetulan juga guru beladiri, dia sebenarnya ingin aku menjadi atlet, apalagi aku ikut klub bulu tangkis ‘Joglo’. Dia pernah menawarkan aku untuk memilih raket atau gitar, eh aku pilih dua-duanya,” tutur juara dua perisai diri antar SMA se Jawa Barat itu.

Selain latihan menyanyi, sampai sekarang aku masih aktif olah raga seminggu tiga kali. Aku ikut fitness, aerobik, dan bulu tangkis. Aku juga sering berolahraga di Gasibu, juga masih rutin untuk sit-up. Menurutku, olahraga bisa ikut menjaga kualitas suara. Untuk latihan suara, aku biasa menyanyi dengan nada tinggi selepas shalat subuh atau setelah dhuhur. Di rumah, kalau lagi kumpul juga aku sering menyanyi duet dengan ibu, seperti menyanyikan lagu Nyiur Hijau.aku sambil main kibor, dan kakak-kakak main gitar, menyanyikan lagu dengan suara dua dan ibu suara satu. Inilah suasana musikal yang sering muncul di rumah. Aku senang. Sama senangnya dengan kesuksesan album yang pernah aku buat. Selain berhasil dari segi penjualan yang sekitar 100 ribu hingga 400 ribu kaset,aku juga mendapat lima penghargaan HDX Award dan Anugerah AMI. Penghargaan itu, selain menjadi beban mental, jelas sangat menambah motivasiku untuk terus berprestasi.


Inka berdiri lantas menghampiri sang keponakan yang sedang menyisiri potongan rambut pirang. Inka, nama pemberian sang produser, kemudian menjepitkan rambut palsu ke rambutnya yang tergerai hingga pundak. “Rambutku agak tipis, tadi kena hujan. Kan nggak enak kalau difoto rambutnya tipis,” katanya. Ia kemudian merebahkan tubuhnya di sofa, kakinya kemudian diangkat tinggi-tinggi. Wow….Klik…klik…klik… Inka kemudian memelototi kamera, ikat pinggang hitamnya diplorotkan. Aha….”Waktu aku pentas bersama Gong 2000 tahun baru lalu penampilanku seperti ini, ikat pinggangnya sengaja melorot.”

Pentas tahun baru lalu adalah saat menggembirakan. Aku bisa bertemu lagi dengan Amy Search. Yah, seperti reuni. Pertemuan yang tidak disengaja tapi sangat berkesan. Banyak juga lho yang minta aku duet lagi bersama Amy. Aku mau saja, tapi kapan bakal menggarapnya? Tapi, omong-omong, kalau cerita soal pengalaman, nggak ada yang mengalahkan ketika aku pentas di Sukabumi dan Gorontalo tahun 1992 dan 1994. waktu di Sukabumi ceritanya sebelum pentas bakal ada pidato pejabat sementara sejumlah penyanyi dipajang, lha aku asyik ketiduran duduk di sofa. Kebetulan pula aku mimpi terbang, nah saat itu panggung ambruk. Semuanya kejeblos termasuk para pejabat, semua teriak-teriak karena banyak yang terluka dan mesti dibawa ke rumah sakit. tapi aku tenang-tenang saja karena dalam mimpiku aku sudah mendarat dari terbang tinggi. Sementara waktu di Sulawesi, di situlah pengalaman paling mengerikan aku bersama Nike Ardila. Tiba-tiba saja sehabis pentas di depan kamarku banyak orang berteriak….satu….dua…tiga….Tiba-tiba, duaaaarrr……pintu didobrak puluhan penggemar. Mereka masuk ke kamar. Aku menjerit ketakutan.

Gerimis masih turun di pelataran Musica studio. Di pendopo terlihat Katon Bagaskara dan Adi Kla asyik menyantap penganan. Udara masih dingin. Inka bergegas ke ‘kamar kos’. “Wuih, inilah wawancara paling lama, tapi aku senang. Jangan lupa kalau ke Bandung telepon aku, kita nongkrong di Dago makan jagung bakar, sekalian bawa topi buatan Inka,” tuturnya. Ia kemudian melambaikan tangan kanannya. Wangi American Polo dari tubuh Inka masih tersisa dibawa oleh desir angin malam.

You Might Also Like

0 komentar