Maudy Koesnaedi: Aku Drama Queen
November 12, 2019
Matahari Jakarta tak
lagi sepenggalah. Sinarnya mulai lingsir sedikit ke barat, tapi teriknya masih
menyundul kepala. Panasnya masih menggigit kulit. Di tengah lalu-lintas yang
agak padat, untuk kali keempat telepon genggam Imod, panggilan karib Maudy
Kusnaria Koesnaedi, berdering. Perempuan kelahiran 8 April 1975 itu sebenarnya
agak malas untuk mengangkatnya. Aktris Pendukung Wanita Terbaik Indonesian
Movie Awards 2014 itu sedang menjemput anaknya, Eddy Maliq Meijer, dari
sekolah. "Hai, apa kabar Mas. Betul kan ini kamu yang dulu hampir sebulan
sama aku ikutan syuting Angin Rumput Savana di Sumba? Aku sekarang lagi sibuk
siapin produksi bareng Teater Abnon untuk pementasan Oktober depan. Kita
ngobrol ya, nanti asisten aku hubungi kamu, kalau nggak Rabu atau Kamis malam
ya." Krek. Telepon ditutup.
![]() |
IG/MaudyKoesnaedi |
Sebagai Abang dan None Jakarta, kita dikontrak setahun menjadi Duta Pariwisata oleh Dinas Pariwisata DKI. Dulu, pada Bang Foke aku pernah janji, saat ditanya kalau setelah menang mau berbuat apa? Aku bilang saja mau melestarikan budaya Betawi, terus diketawain.. (Maudy tertawa kecil)
Ada yang bilang kalau aku cuma memanfaatkan popularitas, tapi Bang Foke mensupport. Akhirnya aku inisiatif membentuk Teater Abang None. Pada pementasan pertama 2009 Cinta Dasimah aku main, juga pada pementasan kedua Si Doel pada 2010. Tahun berikutnya aku di belakang layar, termasuk menyiapkan produksi. Aku sudah gak main lagi.
Kalau ada yang tanya target membentuk Teater Abnon apa? Sebenarnya cuma memenuhi janji saja. Main, ada pementasan sudah deh, gak punya utang. Mikirnya ketika itu gak akan lanjut, gak bakal ada pementasan kedua dan berikutnya. Gak kepikiran. Sekali saja cukup. Apalagi, jujur saja, duit aku keluar banyak, sampai ratusanlah (juta rupiah-red).
Ternyata entah gimana ternyata ada pementasan kedua. Tapi pada pementasan berikutnya aku bilang ke anak-anak, ngapaian bikin ginian ngabisin waktu gue, pikiran gue, tenaga gue, duit gue juga, ngapaian juga. Gue istri direktur santai santai saja, capek-capekin saja, mending cari duit jadi fotomodel kalau lu semua gak serius. Ini pertaruhan nama gue karena orang kenal Maudy daripada Abnon. Pokoknya congkak-congkak dalam rangka mengancam. (tawa Maudy pun pecah tak mampu ditahan)
Tapi belakangan setelah sekian lama, kesini-kesininya aku baru sadar kalau aku menikmati banget, aku membutuhkan teater Abnon. Aku bisa ngulik cerita, mendapatkan ide, menuangkan ide-ide. Ternyata aku perlu ini. Aku perlu kesenian.
Kamis malam itu, keriuhan di salah satu ruangan di Gedung Nyi Ageng Serang di
kawasan Kuningan masih terjaga. Suara para pemain - para Abang dan None - yang
sedang berlatih peran di lakon JAWARA; Si Mirah Gadis Marunda masih bersahutan,
kadang dengan suara lantang. Maudy, perempuan bertinggi 169 cm dan berat 52 kg
itu memerhatikan dari kejauhan..Dua kakinya diangkat ke kursi, kemudian ia
memeluk kedua dengkul kakinya. Sesekali alumni Sastra Perancis Universitas
Indonesia itu tersenyum. "Aku tuh penikmat seni sejak remaja. Aku penikmat
seni pertunjukan dan seni panggung, mau teater, drama, musikalisasi puisi, baik
yang ngerti maupun yang gak ngerti," tutur anak bungsu dari tiga
bersaudara pasangan Koesnaedi Bagdja-Sondari Soemijati itu.
Aku nonton sendratari Ramayana nikmat, ketoprak humor nikmat, wayang orang Bharata nikmat. Tapi kalau disuruh bikin pementasan Tangkuban Perahu misalnya, aku takut. Padahal aku keturunan Sunda. Kalau budaya Betawi kan aku udah ngerti sampai toyor-toyoran segala.
Gini-gini kan aku anak teladan, jaman sekolah SMA dulu kalau dapat nilai tujuh atau delapan kayaknya hidup gue sudah gagal, gampang nangis. Makanya waktu pemilihan None Jakarta dulu aku ngelotok banget nguasai budaya betawi.
Itu sebabnya mengapa sekarang lenong yang aku garap, itu karena aku ngerti, penonton maunya apa. Sebagai orang panggung aku ngerti artisnya mesti diapain. Jadi aku selalu berangkat dari akar budayanya lenong.
Lantas, kecintaan pada Betawi, gara-gara Abnon atau gara-gara main di Si Doel Anak Sekolahan? Jatuh cintanya pertama kali ya dari Abnon setelah itu ke Si Doel.. Berkesinambunganlah, gak ada jeda, kental sudah, makin manjang deh. Ya begitulah jadi terjerumus sampai sekarang.
Sekarang orang bilangnya aku jadi produser eksekutif. Ya gitu deh. Nyari duit iya, bikin desain produksi iya, promosiin iya. Sekarang uang pribadi keluar tapi gak seperti dulu lagi karena ada sponsor.
![]() |
IG/MaudyKoesnaedi |
Aktris Terbaik Piala Vidia FFI 2011 itu menyiapkan produksi Si Mirah Gadis
Marunda selama sembilan bulan. Maudy kemudian menyorongkan foto-foto ketika
akhir Juli para pemain berlatih silat di Pantai Anyer, lewat telepon
genggamnya. Parra pemain berlatih tiga aliran silat yakni Harimau Belut Putih,
Sabeni (Tanah Abang), dan Pusaka Jakarta. "Latihan silat itu harus, kalau
gak kuat kuda-kudanya gimana dong. Aku serius banget menyiapkan produksi
pementasan ini," tuturnya.
Para pemain boleh dibilang gak dibayar. Ikut teater Abnon mah menderita. Belum tangannya keplitek waktu latihan silat. Bener-bener kerja rodi. Talentnya gila juga lagi. Ada yang lulusan S2 di Inggris dan sudah kerja di oil company dengan gaji dolar malah ikut teater, gila gak? Kan dibohongi Maudy. (Ia tertawa) Ada dokter spesialis bedah mulut dengan karier yang bagus, eh malah ikutan teater Abnon. ("Ngeri ya," kata Maudy tersenyum).
Tapi aku cukup happy saat anak-anak tahu,"Oh nonton teater itu gak boleh sambil makan pop corn ya, oh nonton teater itu gak boleh pakai sendal jepit ya, oh teater itu ada yang ketawa-ketawa kayak gini ya, itu bisa happy. Aku senang sudah bisa membuka segmen baru untuk tontonan teater. Aku tuh happy saat anak-anak (pemain-red) bilang bisa belajar banyak dari Teater Abnon. Anak-anak ini kalau gak diusir waktu latihan gak pulang-pulang. (Maudy menunjuk ke para pemain yang sedang latihan)..
Waktu bikin pementasan ketiga Sangkala yang bercerita tentang pembantaian di Bidara Cina banyak orang Cina nonton bahkan dianggap sebagai pembelajarann sejarah, aku happy banget.
Terus terang dari segi apresiasi aku menilai Teater Abnon berhasil tapi dari segi bisnis dari manajemen gagal total karena manajemen produksi, cost flow, dan uang pribadi kecampur. Aku tuh bloon banget. Ada teman yang menyarankan jual tiket saja ke orang berduit, tiket diborong tapi gak nonton, kursinya kosong. Aku gak mau. Bloon sih. Sudah repot-repot latihan masa gak ada yang nonton.
Sponsorship bukannya tidak ada. Ada sponsorship tapi teater masih dilihat sebagai yang tidak seksi. Beda dengan musik. Untuk mendatangkan penonton teater itu sulit, mesti digeret-geret, mesti banyak gimmick-gimmick. Berat memang. Pakai guest star, pakai bintang tamu juga merepotkan karena harus mengikuti jadwal bintang yang kita undang untuk main.
Cinta Maudy kepada kesenian tak pudar ketika ia menikah dengan Erik Meijer 23
September 2001. Juga setelah Eddy Maliq Meijer lahir 7 April 2007. "Semua
perkerjaan aku laporkan dan atas izin suami, suami gak pernah bilang gak boleh.
Jadi antara diizinkan gak diizinkan batasnya samar. Aku selalu bilang ke dia,
kalau setelah produksi pementasan ingatkan aku ya. Kalau aku sudah mulai bikin
cerita ingatkan aku ya. Tapi setiap tahun aku bikin pementasan terus,"
Maudy tertawa lepas.
Suami selalu support,.termasuk ketika kemarin aku menerima tawaran untuk menjadi pembawa acara Curahan Hati Perempuan di Trans TV. Aku pulang jam 12 malam meeting sama cowok sudah gak ribet, itu yang bikin aku tenang.
Sejak pacaran, aku sering ajak suami menyaksikan seni pertunjukan. Suami sering nemani aku nonton ketoprak atau wayang orang, walaupun gak ngerti. Tapi kalau anakku? (Maudy mengernyitkan dahinya)
Ketika aku mulai membentuk Teater Abnon 2009 umur anakku baru dua tahun. Aku selalu bilang,"Mama latihan teater dulu ya." Tapi Eddy selalu bilang,"I hate theater, i dont need drama." Tapi Sound of music, Lion King, Beauty and The Beast nonton, pementasan teater di Taman Mini Indonesia Indah nonton, pementasan di sekolah ikut main. Dia bilangnya itu bukan teater bukan drama. (Maudy pun tersenyum)
Aktris di film Garuda di Dadaku itu hingga kini rajin menulis cerpen, prosa,
juga menulis cerita. "Kalau mumetnya keluar nulisnya agak lancar. Kalau
aku lagi kepingin main di film atau pementasan seperti apa, aku nulis,"
kata pemeran Ibu Inggit Ganarsih di film Soekarno besutan Hanung Bramantyo itu.
Aku bingung aktor film suka memandang sinetron beda banget. Mungkin tim produksinya, atau PH (production house-red) beda. Kenapa sih sinetron sering dipandang instan sementara film tidak, kan gak gitu semua.
Tapi memang film lebih serius karena produksinya lebih intens dan butuh waktu lebih lama sehingga dibutuhkan keseriusan. Kan keseriusan kita dalam berkarir seharusnya sama saja. Memang, harus diakui beda gaya antara sinetron, film, dan teater. ("Di film ada reading, di Si Doel gak pakai reading, begitu masuk ke pagar rumah lokasi syuting Si Doel, seketika itu juga Maudy Koesnaedi langsung jadi Zaenab deh," Maudy tersenyum).
Memang sih kemarin ini ada yang bikin aku terheran-heran. Aku ada tawaran yang menurutku gak cocok. "Mbak besok bisa syuting main ya di sitkom televisi." Aku pikir, kok gitu sih. Aku ngegantiin pemain lain atau gimana sih, aneh. Gak ada kontrak gak ada persiapan dulu. Ya sudah gak aku terima.
Harus aku akui, dengan umurku sekarang ini pilihan main jadi sedikit. Cerita remaja paling aku cuma jadi ibunya. Sementara main stripping sudah gak kuat lagi. Sebenarnya aku mau dapat peran antagonis. Di Cinta Selembut Awan arahan John De Rantau aku jadi perempuan yang mabuk. Tapi sekarang gak ada yang mau.tawari peran antagonis lagi. Intinya aku gak pilih-pilih peran. Kalau aku suka, aku happy.
Waktu aku main sebagai Ibu Inggit dalam film Soekarno aku happy banget. Aku sudah observasi dan wawancara untuk film tentang Ibu Inggit tapi gak jadi dibuat. Sudah kepingin main tapi gak punya tempat.. Ketika dapat tawaran main film memerankan sosok Ibu Inggit ya senang banget, walaupun menurut aku sosok Ibu Inggit di film Soekarno beda banget dengan yang sudah aku observasi, bukan bu Inggit yang aku tahu.
Aku sudah mencoba menjelaskan Ibu Inggit yang aku tahu.dan Mas Hanung sebagai sutradara gak menyetujui, ya aku strict menurut apa kata sutradara. Nyaman mainnya? Awalnya gak, tapi aku sudah menjelaskan di awal dan gak diterima, dan aku harus mengikuti apa kata sutradara. Aku tetap happy memerankannya, aku gak sedih.
Bukan cuma masih, sejak dulu Maudy mengaku gampang sedih. "Aku kan
orangnya drama queen, jadi gampang sekali sedih. Ada masalah sedikit saja
sedih. Eh sudah gitu anakku drama juga.."
Anak gue dari umur tiga atau empat tahun, karena aku sering pergi jadi gak dekat sama aku, dekat sama mbak pengasuhnya dan papanya. Suatu ketika waktu aku mau pergi Eddy ngomong ke aku,"I love papa more than mama." Ngomong gitu. Sakit banget gak sih. Kebayang gak. (Wajah tampak Maudy sendu. Ia bangkit dari duduknya. Ia lantas mencomot gelas air mineral kemudian menyeruputnya).
Terus aku bilang ke anakku itu,"Thats ok, i'am still love you forever, what ever you say what ever you doing. Terus aku ke luar rumah, aku tinggal dia. Daripada nanti eike ngegonggong. (nangis-red). Tapi aku balik lagi ke rumah, Eddy nangis. Aku tanya, kenapa? Because you still love me forever.
Sekitar dua tahun lalu ada peristiwa lain. Anakku kan selalu kalau ada bapaknya semua dianggap hilang, dissappear. Entah kenapa tumben dia nempel sama aku. Karena aku ada keperluan aku titipin dia ke rumah mamaku. Dia bilang, kalau dia sakit aku ada di samping mama, kalau sehat mama gak ada,. "Mama, aku pingin sakit aja.". Mbrebes mili (menangis-red) deh gue.
Kalau menangis gara-gara suamiku nyaris sulit karena suamiku orangnya cengengesan. Tapi aku suka menangis bersyukur karena aku punya dia, karena Allah kasih dia jadi suami aku, kayaknya aku sudah ke laut kalau bukan dia jadi suami. (Kali ini Maudy cengengesan)
Tapi pernah ketika lebaran aku cium tangan, sebenarnya biasa banget. Maafin ya, tapi aku terharu karena terbayang kesalahan dan dosa-dosaku. Karena aku merasa belum bisa menjadi istri yang lebih baik buat dia. Dan Erik gak ngerti kenapa aku menangis.
Kadangkala aku suka melihat Erik dan Eddy jalan berdua. Aku ada di belakang mereka. Akrab dan dekat.sekali mereka. Aku merasa dicuekin. Ada perasaan antara cemburu dan terharu.
Usai berlatih, salah satu aktris perempuan berbaju putih, berkulit putih
menghampiri Maudy. "Mpok Imod, aku pamit pulang duluan," katanya
kalem. Maudy kemudian berbisik kepada saya yang sedang menulis,"Dia dokter
bedah mulut." Saya diam saja karena menahan sakit tangan yang terkilir.
"Jangan didiamkan tangan yang keseleo. Besok mau ya ke Gunawarman,
direfleksi," Maudy menawarkan pengobatan alternatif.
Aku kan anak dukun, aku lebih sering ke akupuntur, refleksi daripada ke dokter. Bau parfum aja aku pusing. Aku minum jahe atau beras kencur. Anak yang sakit panas aku kasih bawang merah, yang dibakar terus dikasih minyak telon. Suamiku dulu pernah protes,"Kenapa anak kita dipepes." (Maudy tertawa)
Anakku sekarang sudah gak mau kalau dikasih bawang dan minyak telon. Kalau badannya sudah agak panas dia bilang,"Eddy sekarang mau panas, mau makan bawang aja." Anakku doyan lho bawang mentah.
Selain menjalankan perintah
agama, perempuan satu anak itu masih rajin melakukan meditasi sejak tahun 1994.
Perempuan yang menyukai penganan Gado-gado itu belajar Bali Usada, tapa brata
tujuh hari enam malam tanpa ngomong tanpa nulis tanpa baca dan melaksanakan
vegetarian.
Yang menyenangkan dari Erik tuh semua dilihat dari segi positif. Aku belajar harmoni bahwa segala pikiran negatif akan mempengaruhi kita dalam kesehatan. Eh, gue yang belajar yang mempraktekkan dia. Yang berpikiran positif dia, yang doain orang bahagia dia.
Erik sangat humoris dan sabar. Aku pulang jam berapa dia masih ada, masih on. Sportif banget. Dia workaholic, di sisi lain aku juga workaholic, itu yang aku suka. Aku seperti habis waktu buat dia. Waktu dia ada waktu, aku gak ada waktu. Sisi positif dia lainnya adalah soal kewarganegaraan. Dia belum jadi WNI, peraturannya membingungkan. Kalau olahragawan ada naturalisasi. Padahal dia orang asing pertama yang masuk ke BUMN.
Waktu aku tanya ngapain sih masuk BUMN padahal sudah bergaji besar dengan fasilitas berlimpah? Kata Erik,"Ini kan kesempatan aku mengabdi sama negara." ("Negara siapa, ya?," Maudy bertanya dengan dahi mengerut)
Mata Maudy menerawang. Tiba-tiba ia ternyum. Ia lalu menyorongkan foto dari
telepon genggam. Eddy, anaknya itu, berkopiah dan bersarung menjadi imam
ayahnya dan saudaranya. "Surprise banget, kaget aku. Gak mungkin sekolah
yang mengajarkan karena sekolahnya non-muslim, pasti kakakku," ujarnya
menerka-terka.
Apa yang kurang coba dengan keluargaku. Rasanya gak ada yang belum aku raih. Paling dalam jangka pendek aku kepingin umroh bersama mereka, anak dan suami. Dalam jangka panjang, aku kepingin punya rumah yang home sweet home. Istilahnya sekarang masih merawat rumah keluarga.
Aku sama suami itu saling isi, mungkin aku yang lebih relijius ketimbang suami, tapi suamiku lebih menjalankan perintah-perintah agama seperti yang kita tahu. Erik tuh gak pernah ngomongin orang, dia menganggap semua orang punya kesetaraan, selalu berpikir positif, selalu menjalin silaturahmi, taat orang tua.
Dari tahun 1993 ketika Erik baru ke Jakarta, sampai sekarang dia selalu telepon orang tuanya di Belanda setiap hari Minggu. Ada atau gak ada berita, dia pasti telepon orang tuanya. Ketika mama masih ada, Erik selalu mengingatkan aku untuk telepon mama, misalnya ketika aku mau atau pulang dari luar kota. Dia juga mengerti konsep bahwa menikah bukan antara dua individu saja. Kalau ada acara keluarga dan gak ada aku, dia datang. Itu sebabnya, barangkali, erik dekat dengan mama.
Dulu, mama yang sudah sepuh suka ngambek gak mau makan kalau dikasih tahu anak-anaknya suka marah. Tapi sama Erik manut, mau tuh disuruh makan. "Mama jangan makan yang manis-manis ntar darah gulanya naik," ujar Erik mengingatkan. Mama nurut saja.
Tiba-tiba Maudy tercenung. Raut wajahnya berubah sendu. "Mama segalanya
buat aku," suara Maudy tercekat. "Mama sosok yang kuat dan sayang
pada keluarga. Mama orangnya kuat, tangguh, sayang sama anak-anaknya,
saudaranya, cucu-cucunya. Dia juga cerewet dan tegas," tuturnya mengenang
almarhumah Sondari Soemijati yang meninggal 15 April di RS Setia Mitra dalam
usia 82 tahun.
Aku sempat tanya sama mama walaupun mama kondisinya sudah tidur dan sulit komunikasi, aku bisiki mama mau apa, kasih tahu ya. Ternyata mama kasih tahunya ke kakak laki-laki.
Katanya mama mau doa bersama. Terus Rabu pagi itu saat mama dipanggil Allah, kita pagi kumpul, kami doa sama-sama. Kami doa sama guru ngaji mama. Pas sudah berdoa sama-sama kita dapat telepon kalau mama drop. Kita langsung ke rumah sakit semuanya, kita bilang kita sudah doain mama. Kita juga bilang kita sudah ikhlas terus 15 menit kemudian mama meninggal.
Kalau dibilang ketika mama meninggal aku yang paling tegar, gak juga. Habis semuanya, kakak-kakakku brodol jadi aku harus tegar. Tapi setelah hari ke tujuh, akunya yang brodol.
Malam Jumat telah sempurna. Jalan Raya Rasuna Said kian lengang. Angin dingin
berkesiur. Tiba-tiba Maudy berkata pelan,."Mas, aku sempat ke Sumba lagi,
Tapi gak ke Waingapu dan Waikabubak. Aku ke Tambolaka sekitar empat-lima jam ke
Waingapu. Ke sana cuma buat kasih bantuan aja." Indahnya Sumba, lembah
savana, dan kuda membekas di benak Maudy. Tahun 1996 itu, sambil menunggu jeda
syuting film yang dibesut Garin Nugroho itu, ia tiduran di rerumputan,
tiba-tiba serombongan kuda berguling-guling di dekatnya. Maudy tak berani
bergerak. Indahnya.Uhhh... "Sudah ya,"katanya pendek. Maudy beranjak
dari duduknya. Ia mengantar saya ke luar ruangan. Saya berada di sisi kirinya.
Di depan pintu, dingin angin malam bertiup. Maudy lantas menghilang kembali di
balik pintu. Yang tersisa cuma aroma tubuhnya. Masih sama seperti dulu, wangi
tanpa parfum. (* krisman purwoko, Sabtu 5 September 2015)
Maudy Kusnaria Koesnaedi
Tanggal Lahir : 08-April-1975
Ayah : Koesnaedi Bagdja (alm)
Ibu
: Sondari Soemijati (alm)
Suami
: Frederik Johannes Meijer
Anak
: Eddy Maliq Meijer
Film
Angin Rumput Savana (2006)
Garuda di Dadaku (2009)
Love Story (2011)
Garuda di Dadaku 2 (2011)
Soekarno (2013)
Sinetron
Prita, Prita, Prita
Camelia
Cinta Buat Sasha
Si Doel Anak Sekolahan
Si Doel Anak Gedongan
Getar Dawai Hati
Tamu Dari Jakarta
Jangan Ucapkan Cinta
Cinta Berkalang Noda
Astaghfirullah
Maha Kasih
Marah dan Galak
Prestasi
Aktris Terbaik Piala Vidia FFI (2011)
Penganugerahan 50 Wanita Tercantik di
Indonesia (2012)
Aktris Pendukung Wanita Terbaik
Indonesian Movie Awards (2014)
Pembawa
acara
Gebyar BCA
Good Morning
Good Morning On The Week End
Curahan Hati Perempuan (2015)
Video
klip
Andai Dia Tahu (Kahitna)
Kau Yang Terindah (Java Jive)
0 komentar